Jurnal Perempuan (The Indonesian Feminist Journal) is a triannual interdisciplinary scientific journal in the English language and Bahasa Indonesia focusing on gender studies. IFJ invites critical reflection on the theory and practice of feminism in Indonesian society's social, political, and economic contexts. We are committed to exploring gender with an intersectional lens. The journal encourages lived experience perspectives, theoretically sound, and address real-world implications of gender inequity in the Indonesian contexts. Topics related to feminism can include (but are not limited to): sexuality, trafficking, public policy, sustainability, social development, labor rights/issues, accountability and transparency in governance, poverty, globalization as well as feminist ethics. The Indonesian Feminist Journal is the first feminist journal in Indonesia published in 1996 by Yayasan Jurnal Perempuan
P-ISSN | 2541-2191 |
E-ISSN | 1410-153X |
Country | Indonesia |
Language | Indonesia (English Translate) |
Frequency | 3 issues per volume |
Accreditation | SINTA 2 by Kemendikbudristek |
Publisher | Yayasan Jurnal Perempuan |
DOI | 10.34309/jp |
Editor in Chief | Dr. Abby Gina Boang Manalu, M.Hum |
Citation Analysis | Google Scholar | Dimensions | Scopus |
OAI | https://indonesianfeministjournal.org/index.php/IFJ/oai |
Current Issue
Hampir dua tahun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), implementasinya masih terkendala oleh absennya aturan turunan yang jelas. Meskipun UU TPKS merupakan langkah positif dalam menegakkan keadilan gender di Indonesia dan data Komnas Perempuan 2023 menunjukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dominan dengan 2.228 kasus pada tahun 2022, kebijakan ini belum efektif. Normalisasi budaya kekerasan seksual, ketidakpahaman aparat penegak hukum, serta bias gender dan mitos yang menyalahkan korban memperparah situasi. Sarjana feminis menyatakan bahwa kekerasan seksual merupakan bagian dari struktur kekuasaan patriarki yang memperkuat dominasi laki-laki atas perempuan. Pandangan umum yang melihat kekerasan seksual sebagai tanggung jawab individual menghasilkan respons reaktif tanpa perubahan struktural. Di Indonesia, ketidakseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual sering disebabkan oleh ketiadaan aturan turunan UU TPKS, terutama di daerah pedesaan dan wilayah konflik. Penghapusan kekerasan seksual memerlukan intervensi sinergis dalam kebijakan, perspektif gender, dan sistem hukum, serta pemahaman bahwa kekerasan seksual adalah persoalan struktural, bukan individual. Pada edisi Volume 29 Nomor 1 Tahun 2024 (JP 117) ini berupaya merefleksikan tantangan dan upaya penghapusan kekerasan seksual di Indonesia dalam konteks dua tahun disahkannya UU TPKS dari perspektif feminisme.